Penulis: Hida Aiyra
SIDOARJO – Suasana Senin pagi (14/4) di SIT Nurul Islam Krembung berbeda dari biasanya. Bukan hanya riuh dengan derap kaki menuju kelas, tapi juga suara lantang anak-anak yang menyerukan satu hal: boikot produk pro Zionis!
Hampir 400 siswa dari TKIT, SDIT, hingga SMPIT Nurul Islam Krembung turut serta dalam Aksi Bersama Komitmen Boikot Produk Pro Zionis Israel, yang dilakukan serentak oleh seluruh jejaring Sekolah Islam Terpadu (SIT) se-Indonesia dalam gerakan SIT Stand for Al Quds and Palestina.
Di halaman TKIT, ustadzah mengenalkan beberapa produk yang mendukung penjajahan atas Palestina. Anak-anak PG-TKIT Nurul Islam pun menyimak serius, bertanya dengan polos, dan menyuarakan pendapat mereka.
Safa, salah satu siswa TKIT, mendadak menghampiri sekelompok kakak kelas dari SMP. Dengan wajah serius dan suara lantang, dia memberitahu apa saja produk yang harus diboikot. Terakhir, dia juga berkata, “Aku tuh udah boikot. Tapi orang tuaku belum. Nanti aku mau kasih tahu pas pulang, biar ikut boikot juga.”

Kalimat sederhana, tapi menyentil. Bukan sekadar celoteh lugu. Tapi refleksi kesadaran dari hati paling muda.
Di SDIT, aksi dilangsungkan setelah upacara bendera. Para siswa dikenalkan pada daftar produk pro Zionis dan alasan di balik ajakan boikot. “Saudara kita di Palestina tidak punya makanan, rumah, atau sekolah. Tapi mereka tetap bertahan, tetap berjuang,” ujar Kepala SDIT Nurul Islam Krembung, Maisaroh, S.Sos., M.Pd., dalam amanatnya.

Sementara di SMPIT Nurul Islam Krembung, para siswa menonton video terbaru tentang kondisi Gaza. Mereka berdiskusi tentang gerakan BDS (Boycott, Divestment, and Sanctions), menulis harapan, dan menyusun komitmen pribadi untuk terus mendukung perjuangan Palestina.
Beberapa dari mereka menuliskan pesan dalam bentuk pantun:
“Ubur-ubur ikan lele. Ayo selamatkan Palestina, lee!”
“Ikan hiu makan tomat, walaupun ikan hiu gak makan tomat, episode mendukung Palestina gak akan pernah tamat!”
“Beli sikat di Ciamis. Ayo boikot produk Zionis!”
Bagi dunia, ini mungkin aksi kecil. Tapi bagi Palestina, suara dari Krembung adalah bukti bahwa mereka tidak berjuang sendiri.
Karena perlawanan bukan hanya soal senjata, tapi juga soal keberanian memilih.
Dan kadang, perjuangan dimulai dari anak TK yang berani mengajak kakak kelas dan orangtuanya untuk ikut peduli.