Hati-hati dengan hari pertama pasca ramadhan. Sebuah renungan di malam takbiran
Penulis: Moch. Edris Effendi, S.T., M.PSDM.
(Ketua JSIT Indonesia Wilayah Jawa Timur)
Begitu Ramadhan berakhir, perasaan kita bercampur aduk antara kesedihan dan kebahagiaan. Kesedihan muncul karena kita harus berpisah dengan bulan penuh keistimewaan.
Momen-momen indah seperti iktikaf bersama keluarga di masjid, berbuka puasa yang selalu dinanti, serta shalat tarawih setelah Isya’ mungkin tidak akan kita temui lagi dalam waktu dekat. Lebih dari itu, ada kesedihan yang lebih mendalam—tidak ada jaminan bahwa kita akan bertemu kembali dengan Ramadhan tahun depan. Namun, di sisi lain, kita juga diperintahkan untuk berbahagia dalam menyambut Idul Fitri. Hari kemenangan ini dirayakan dengan mengumandangkan takbir sepanjang malam, melaksanakan shalat Id yang penuh khidmat, serta berkumpul bersama keluarga dan seluruh kaum Muslimin.
Alhamdulillah, Idul Fitri tahun ini terasa lebih meriah karena bisa dirayakan secara serempak oleh mayoritas umat Islam di Indonesia.
Selama 30 hari di bulan Ramadhan, kita telah menjalani pendidikan spiritual yang luar biasa. Banyak kebiasaan baik yang telah kita lakukan secara konsisten, seperti shalat tepat waktu, shalat malam, berpuasa, membaca Al-Qur’an hingga khatam, berinfaq setiap hari, serta lebih ringan tangan dalam membantu sesama. Seharusnya, kebiasaan baik yang telah kita bangun selama sebulan ini dapat menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus selama 21 hari akan tertanam kuat dalam kehidupan seseorang. Jika kita telah menjalankan berbagai aktivitas kebaikan selama 30 hari, maka seharusnya kebiasaan itu bisa berlanjut setelah Ramadhan. Namun, mengapa banyak orang kesulitan mempertahankan amalan baik ini setelah Ramadhan berakhir?
Salah satu masa yang paling rawan dalam menjaga keberlanjutan amal shalih adalah hari-hari pertama pasca Ramadhan. Secara alami, pola hidup kita masih dipengaruhi oleh kebiasaan selama bulan puasa. Kita lebih mudah bangun sebelum subuh karena terbiasa sahur, merasa ada yang kurang jika belum membaca Al-Qur’an, bahkan merasa aneh ketika harus sarapan di pagi hari setelah sebulan berpuasa.
Namun, sayangnya, dorongan untuk melanjutkan kebiasaan baik ini sering kali tidak dibarengi dengan kesungguhan dalam menjalankannya. Kita beralasan terlalu sibuk bersilaturahmi, reuni keluarga, atau kegiatan lain yang akhirnya membuat kita menunda dan bahkan menghentikan kebiasaan baik tersebut.
Jika kita berhenti melakukan amal shalih selama beberapa hari, maka ketika ingin memulainya kembali, tantangannya akan terasa lebih berat. Seolah-olah kita harus memulai dari awal lagi, seakan-akan kebiasaan yang sudah terbentuk selama Ramadhan tidak meninggalkan bekas.
Dalam ilmu fisika, kita mengenal konsep hambatan kinetik yang lebih kecil dibandingkan hambatan statis. Artinya, sesuatu yang sudah bergerak akan lebih mudah terus berjalan dibandingkan sesuatu yang masih diam. Prinsip ini juga berlaku dalam menjaga keberlanjutan amal shalih. Jika kita terus menjalankan kebiasaan baik yang sudah terbentuk selama Ramadhan, maka kita akan lebih mudah mempertahankannya. Sebaliknya, jika kita berhenti sejenak, maka memulai kembali akan terasa lebih sulit.
Allah SWT telah mengingatkan dalam ayat terpanjang dari Surah Al-Muzzammil bahwa Dia Maha Mengetahui kondisi hamba-Nya. Ada yang sedang sakit, ada yang bepergian mencari nafkah, bahkan ada yang berjihad di jalan Allah. Namun, mereka tetap diperintahkan untuk membaca Al-Qur’an, melaksanakan shalat, dan melakukan kebaikan lainnya. Oleh karena itu, kesibukan saat hari raya tidak boleh menjadi alasan untuk meninggalkan amal shalih yang telah kita biasakan selama Ramadhan. Tidak benar jika karena tarawih sudah usai, lalu kita juga meninggalkan kebiasaan shalat malam. Lantas, bagaimana agar kita bisa tetap konsisten dalam kebaikan setelah Ramadhan?
Salah satu cara efektif untuk menjaga kebiasaan baik pasca Ramadhan adalah dengan menetapkan target lanjutan. Target ini harus dimulai sejak hari pertama setelah Idul Fitri dengan kesungguhan dalam mewujudkannya. Misalnya, jika kita ingin tetap melaksanakan shalat malam, maka ketika kita diberi kemudahan untuk bangun sebelum subuh, segeralah melaksanakan tahajud. Jika kita ingin tetap membaca Al-Qur’an minimal satu juz per hari, maka sempatkan membaca setengah juz di pagi hari, lalu menyelesaikannya di siang atau malam hari. Jika kita berhasil menjaga amalan ini di hari-hari awal pasca Ramadhan, insyaAllah dampak tarbiyah dari madrasah Ramadhan akan terus membekas dalam kehidupan kita.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Mohon doa nya, ustadz…., semoga saya bisa melanjutkan amalan Ramadhan dan menjadi lebih baik…